Sabtu, 21 April 2012

Perempuan Muda Berabad Setelah Kartini (puisi)

Kubuka lebar kedua tangan dan sendi terasa renggang

Hari yang gersang ini ternyata perayaan

Kuhirup nafas malas dan ingin memelas

Tak ingin Aku bertutur dalam ketat kebaya di depan kelas


Aku tak paham tinggi menjulang tulisanmu

Aku tak sealiran dengan kedalaman pikiranmu

Rebahkan semua dalam masa lalu

Tak kurasa lagi detik ini dengan hadirmu


Dalam deru laju jaman, tak habis gelap kemudian terang

Di gemerlap kota yang bersimbah kemewahan, terang tak benar menyingkap kegelapan

Tak ada lagi wanita pingitan, tak mudah temukan kaumku dalam kesederhanaan

Emansipasi dan kesetaraan telah ejakulasi tak sesuai porsi


Gulungan sanggul ini sesungguhnya semangat

Anggunnya kebaya ini mengukuhkan niat

Dalam perhelatan namamu ada kemerdekaan bersikap

Di tutur namamu ada gejolak dalam berhak


Kartini hidup dan berjuang dalam zamannya

Tantangan bertransformasi mencari bentuk mutakhir

Seolah menantang perempuan merdeka tak hanya tentang karir

Percaya dan terus berpikir ini bukan akhir



Surabaya, 21 April 2012

Yoga

R A KARTINI

Hari Kartini. Ada sebagai penghormatan atas wujud perjuangan kaum perempuan, simbol persamaan gender, emansipasi wanita. Kartini ada sebagai pahlawan, bukan dengan tindakan kekerasan, tapi tetap radikal, demi memperjuangkan kebenaran yang dipercayainya.
Beberapa dekade setelah beliau meninggal, pergerakan wanita semakin terasa dan membawa dampak luar biasa. Saat ini, melihat kaum perempuan berada di posisi kepemimpinan bukanlah hal yang begitu tabu lagi, meskipun adat ketimuran yang bangsa ini punya juga tidak sepenuhnya punah, terutama budaya patriarki.
Hari Kartini, di berbagai daerah diperingati dengan cara menggunakan baju adat daerah-daerah yang ada di Indonesia. Entah kenapa juga, apakah ada relasi antara baju adat dan perjuangan R. A. Kartini itu sendiri.
Suatu fenomena menarik aku dengar dari ayahku. Di sebuah sekolah dasar di Surabaya Timur, dilakukan juga perayaan serupa. Hari itu, seluruh murid kelas 1 menggunakan baju daerah. Sifat ayahku yang supel membuatnya bisa dekat dengan anak-anak di sana. Ia bertanya pada beberapa anak, “Wah, bagus-bagus ya bajunya…” “Ini dari Sunda ya?”, seraya bertanya kepada salah 1 anak. Sang anak pun menjawab “Iya, om…”
Pertanyaan serupa diberikan kepada beberapa anak. Sampai kepada seorang anak, “Wah, ini bagus sekali, bajunya dari Jogja ya?” Dengan yakinnya, sang anak menjawab, “Lhoo, bukan! Ini dari Pasar Atom!!! Enak aja!!!” Kejadian yang aneh dan lucu, tapi nyata. Baru saja terjadi.
Jadi sebenarnya apa makna hari Kartini sebenarnya? Apakah bajunya? Kadang kita lupa akan makna dari hal-hal yang kita peringati. Padahal negara ini bisa lahir dan terus bertumbuh akibat momentum-momentum bersejarah.
Setidaknya, momentum ini bisa membuat rasa nasionalisme kita ada dan bertumbuh, untuk menyegarkan semangat kita untuk membangun bangsa kita, dan terutama kota kita tercinta, dan tidak menyerah dengan keadaan yang serba sulit seperti saat ini.

Revolusi Permanen Leon Trotsky (1928)

Mengenai Melompati Tahapan-Tahapan Sejarah


Radek tidak hanya mengulangi beberapa kritik resmi dalam beberapa tahun terakhir, dia juga kadang-kadang menyederhanakannya, jika hal tersebut memungkinkan. Dari apa yang dia tulis, dia mengatakan bahwa saya sama sekali tidak membedakan antara revolusi borjuis dan sosialis, antara Timur dan Barat, entah itu tahun 1905 atau hari ini. Mengikuti Stalin, Radek juga menjelaskan kepada saya mengenai tidak bolehnya melompati tahapan sejarah.
Pertama-tama, masalah ini harus dipaparkan seperti ini: Jika pada tahun 1905 menurut saya ini hanyalah mengenai “revolusi sosialis” maka kenapa saya percaya ini dapat dimulai di Rusia yang terbelakang lebih cepat dari Eropa yang maju? Apakah karena rasa patriotisme saya? Apakah karena rasa kebanggaan nasional saya? Namun entah bagaimana, inilah yang terjadi. Apakah Radek memahami bahwa jika revolusi demokratik tercapai di Rusia sebagai sebuah tahapan yang independen, hari ini kita seharusnya tidak memiliki kediktatoran proletariat? Jika revolusi sosialis di Rusia muncul lebih awal daripada di Barat, maka ini hanya karena sejarah menggabungkan isi utama revolusi borjuis dengan tahapan pertama revolusi proletar – tidak mencampurnya namun menggabungkannya secara organik.
Untuk membedakan antara revolusi borjuis dan revolusi proletar adalah ABC politik. Namun setelah ABC ada suku-suku kata, yakni gabungan dari huruf-huruf. Sejarah menghasilkan kombinasi semacam itu, yakni kombinasi dari huruf-huruf yang paling penting dalam abjad revolusi borjuis dengan huruf-huruf pertama dari abjad revolusi sosialis. Namun Radek ingin menarik kita mundur dari suku-suku kata yang sudah selesai kembali ke dalam abjad. Itu memang menyedihkan namun benar.
Adalah tidak masuk akal untuk mengatakan bahwa tahapan-tahapan sejarah secara umum tidak dapat dilompati. Proses sejarah yang hidup selalu membuat lompatan-lompatan atas “tahapan-tahapan” terisolasi, yang muncul karena perpecahan teoritis ke dalam bagian-bagian komponen proses perkembangan secara keseluruhan, yaitu yang diambil dalam lingkup paling utuhnya. Hal yang sama dituntut dari kebijakan revolusioner dalam momen-momen yang kritis. Dapat dikatakan bahwa perbedaan pertama antara seorang revolusioner dan seorang evolusioner vulgar terletak dalam kapasitasnya untuk mengenali dan mengeksploitasi momen-momen semacam itu.
Pembagian perkembangan industri ke dalam kerajinan tangan, manufaktur dan pabrik – yang dilakukan oleh Marx – adalah bagian dari ABC ekonomi politik atau lebih tepatnya dari teori ekonomi-sejarah. Akan tetapi, di Rusia, pabrik-pabrik muncul dengan melompati tahapan manufaktur dan kerajinan tangan perkotaan. Sebuah proses yang serupa terjadi dinegeri kita dalam hubungan kelas dan politiknya. Sejarah modern Rusia tidak dapat dipahami kecuali kalau kita mengetahui skema tiga-tahap Marxis: kerajinan tangan, manufaktur, pabrik. Namun jika seseorang hanya mengetahui ini, maka dia masih belum memahami apapun. Karena pada kenyataannya sejarah Rusia – Stalin tidak boleh merasa tersinggung – melompati beberapa tahap. Perbedaan teoritis dari tahapan-tahapan tersebut adalah penting bagi Rusia, jika tidak seseorang tidak akan dapat memahami entah lompatan ini akan menjadi apa atau apa konsekwensi-konsekwensinya.
Masalah ini juga dapat didekati dari sisi lainnya (seperti yang juga terkadang dilakukan Lenin dalam pendekatannya terhadap masalah kekuasaan ganda), dan dapat dikatakan bahwa Rusia melewati seluruh tiga tahap Marx – dua yang pertama dalam bentuk yang sangat pendek dan embrionik. “Tahapan permulaan” tersebut, tahapan kerajinan tangan dan manufaktur – yang eksis secara samar-samar – cukup untuk memenuhi kesatuan genetik dari proses ekonomi. Meskipun begitu, kontraksi kuantitatif dari kedua tahap tersebut sangatlah besar sehingga menyebabkan sebuah kualitas yang sepenuhnya baru di dalam keseluruhan struktur sosial bangsa Rusia. Ekspresi yang paling nyata dari “kualitas” baru ini di dalam politik adalah Revolusi Oktober.
Apa yang paling tidak tertahankan di dalam diskusi ini adalah “teori” dari Stalin, dengan dua argumen tidak berharganya yang menyusun seluruh paket teori-nya: “hukum perkembangan yang tidak berimbang” (the law of uneven development) dan “tidak-melompati tahapan”. Stalin tidak memahami hingga hari ini bahwa melompati tahapan (atau terlalu lama di dalam satu tahapan) adalah isi dari perkembangan yang tidak berimbang. Melawan teori revolusi permanen, Stalin dengan keseriusan yang sungguh-sungguh, memformulasikan hukum perkembangan yang tidak berimbang. Akan tetapi, prediksi bahwa Rusia yang secara sejarah terbelakang dapat tiba di revolusi proletariat lebih cepat dibandingkan Inggris yang maju berdiri di atas hukum perkembangan yang tidak berimbang. Akan tetapi, untuk membuat prediksi ini seseorang harus memahami ketidakseimbangan sejarah dalam seluruh dinamika konkritnya dan tidak hanya terus menggunakan kutipan tahun 1915 dari Lenin, yang dijungkirbalikan dan diinterpretasikan seperti seorang yang buta huruf.
Dialektika “tahapan” sejarah relatif mudah untuk dipahami dalam periode kebangkitan revolusioner. Sebaliknya, periode-periode reaksioner biasanya menjadi epos evolusionisme murahan. Stalinisme, vulgaritas ideologi yang menjijikan ini, anak dari sayap reaksi di dalam partai, telah menciptakan sebuah pemujaan (kultus) terhadap teori progres-dengan-tahapan, sebagai kedok bagi pengekoran politiknya. Ideologi reaksioner ini sekarang telah menelan Radek juga.
Di bawah kondisi tertentu, satu tahapan ini atau itu dari proses sejarah tidak dapat dihindari, meskipun secara teori dapat dihindari. Dan sebaliknya, tahapan yang secara teori “tidak dapat dihindari” dapat dikompres hingga nol oleh dinamika perkembangan, terutama selama revolusi. Tidak mengherankan kalau revolusi kerap disebut dengan lokomotif sejarah.
Sebagai contoh, di negeri kita kaum proletar “melompati” tahapan demokratik parlementerisme, memberikan Majelis Konstituante hanya beberapa jam, dan beberapa jam tersebut bahkan hanya di halaman belakang. Namun tahapan kontra-revolusioner di Cina tidak mungkin dilompati, seperti halnya di Rusia periode empat Duma[1] tidak dapat dilompati. Akan tetapi, tahapan kontra revolusioner di Cina saat ini bukan berarti suatu hal “yang tak terelakkan” secara sejarah. Periode kontra-revolusioner ini merupakan hasil langsung dari kebijakan malapetaka dari Stalin dan Bukharin, yang akan dicatat oleh sejarah sebagai para pengorganisir kekalahan. Namun buah-buah oportunisme telah menjadi faktor objektif yang dapat memperlambat proses revolusioner untuk waktu yang lama.
Setiap usaha untuk melompati tahapan riil yang dikondisikan secara objektif di dalam perkembangan massa adalah adventurisme politik. Sepanjang mayoritas massa pekerja masih mempercayai para Sosial Demokrat, atau mari kita katakan, Kuomintang, atau pemimpin-pemimpin serikat buruh, kita tidak dapat mengajukan ke mereka tugas mendesak menggulingkan kekuasaan borjuis. Massa harus disiapkan untuk itu. Persiapan ini dapat terbukti merupakan sebuah “tahapan” yang sangat panjang. Namun hanya seorang pengekor yang percaya bahwa “bersama-sama dengan massa” kita pertama harus duduk dengan kaum Kanan dan kemudian dengan Kuomintang Kiri, atau mempertahankan sebuah blok dengan Purcell[2] “hingga massa menjadi kecewa dengan pemimpin-pemimpin mereka” – dan sementara kita memperkawan mereka.
Radek tidak mungkin melupakan bahwa banyak “ahli dialektika” yang menganggap permintaan untuk keluar dari Kuomintang dan perpecahan dengan Komite Anglo-Rusia[3] sebagai melompati tahapan, dan disamping itu, sebagai sebuah perpecahan dengan kaum tani (di Cina) dan dengan rakyat pekerja (di Inggris). Radek harus mengingat hal tersebut dengan baik karena dia sendiri adalah salah satu dari “ahli dialektika” yang menyedihkan tersebut. Sekarang dia hanya memperdalam dan menggeneralisasi kesalahan oportunisnya.
Pada bulan April 1919, Lenin menulis dalam sebuah artikel programatik, “The Third International and Its Place in History”:
“Kita tidak keliru jika kita mengatakan bahwa kontradiksi antara keterbelakangan Rusia dan “lompatan”nya menuju bentuk demokrasi yang lebih tinggi, lompatannya melewati demokrasi borjuis menuju Soviet atau demokrasi proletar, bahwa kontradiksi inilah yang merupakan salah satu alasan…yang merintangi atau menghambat pemahaman di Barat atas peran soviet-soviet.”
Secara langsung, Lenin mengatakan bahwa Rusia membuat sebuah “lompatan melewati demokrasi borjuis”. Secara meyakinkan, implisit di dalam pernyataan Lenin adalah semua kualifikasi yang dibutuhkan: lagipula, dialektika bukanlah berarti setiap waktu mengulangi semua kondisi konkrit; sang penulis tidak menyadari bahwa sang pembaca itu sendiri juga mempunyai gagasan tersendiri di dalam kepalanya. Lompatan melewati demokrasi borjuis tetap terjadi meskipun begitu. Dan menurut pengamatan Lenin yang tepat, lompatan ini membuat para dogmatis dan skematis kesulitan untuk memahami peran Soviet-soviet – bukan hanya para dogmatis dan skematis “di Barat” tetapi juga di Timur.
Dan inilah bagaimana persoalan tersebut diajukan di dalam kata pengantar The Year 1905, yang sekarang tiba-tiba membuat Radek gelisah:
“Pada tahun 1905, pekerja Petersburg memanggil Soviet mereka sebagai sebuah pemerintahan proletariat. Nama tersebut menjadi bahasa sehari-hari pada masa itu dan sepenuhnya tercakup di dalam program perjuangan kelas pekerja untuk kekuasaan. Akan tetapi, pada saat yang sama kita memformulasi sebuah program demokrasi politik yang detil untuk melawan Tsarisme (hak pilih universal, republik, milisi, dsb). Kita tidak dapat bertindak dengan jalan lain. Demokrasi politik adalah sebuah tahapan yang dibutuhkan dalam perkembangan rakyat pekerja – dengan kehati-hatian yang sangat penting bahwa tahapan tersebut bisa berlangsung selama puluhan tahun, sementara di kasus yang lain situasi revolusioner memungkinkan massa untuk mengemansipasi dirinya dari prasangka demokrasi politik bahkan sebelum institusinya telah menjadi kenyataan.” (Trotsky, The Year 1905, Kata Pengantar)
Saya pikir kata-kata di atas, yang sepenuhnya sesuai dengan ide-de Lenin yang saya kutip sebelumnya, cukup menjelaskan bahwa kita perlu melawan kediktatoran Kuomintang dengan sebuah “program demokrasi politik yang detil”. Namun, dalam poin inilah Radek berayun ke kiri. Dalam periode kebangkitan revolusioner dia menentang penarikan mundur Partai Komunis Tiongkok dari Kuomintang. Dalam periode kediktatoran kontra-revolusioner dia menentang mobilisasi pekerja Cina di bawah slogan-slogan demokratik. Ini seperti menggunakan mantel bulu pada saat musim panas dan telanjang pada saat musim dingin.

Catatan

[1] Duma adalah bahasa Rusia untuk dewan munisipal di bawah pemerintahan Tsar, yang dbentuk pada tahun 1905.
[2] Albert A. Purcell (1872-1935) adalah seorang pemimpin kiri dari gerakan serikat buruh Inggris dan Komite Anglo-Rusia.
[3] Anglo-Russian Trade Union Unity Committee didirikan pada bulan Mei 1925 oleh Kongres Serikat Buruh Inggris dan pemimpin Stalinis Uni Soviet. Pendirian persatuan tersebut menjadi debat di dalam Komite Sentral Soviet pada tahun 1926, setelah para pemimpin Serikat Buruh Inggris menghianati pemogokan umum. Kelompok Oposisi Kiri berpendapat bahwa persatuan tersebut harus dibubarkan; sementara para Stalinis percaya ia harus tetap dijaga. Pada bulan September 1927, serikat buruh Inggris keluar dari persatuan ini atas kehendak mereka sendiri.

Mengapa Gagasan Trotsky Ditakuti?

Wawancara dengan Ted Sprague, editor buku Revolusi yang Dikhianati (Revolution Betrayed) versi bahasa Indonesia karya Leon Trotsky. Dia seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang belajar di sebuah universitas di Kanada. Sebelumnya dia juga menyunting buku Revolusi Permanen versi bahasa Indonesia karya Leon Trotsky. Saya menghubungi Ted melalui surat elektronik atau email. Berikut petikan wawancara saya dengan dia.
Seberapa penting penerbitan buku “Revolution Betrayed” versi Bahasa Indonesia bagi pengetahuan umum maupun pergerakan sosial?
Revolusi Rusia pada Oktober 1917 adalah salah satu peristiwa terpenting di dalam sejarah manusia, di mana sebuah revolusi buruh yang pertama meledak dan menghapus kapitalisme di 1/6 permukaan bumi. Bangsa Rusia, yang sebelumnya terbenam di dalam kegelapan peradaban, terdorong maju menjadi negara adidaya karena sistem ekonomi terencana yang dicanangkan oleh Revolusi Oktober.
Selain dalam aspek ekonomi, keberadaan Uni Soviet dan Revolusi Oktober mendikte dan mempengaruhi gerakan buruh di seluruh dunia selama satu generasi penuh hingga keruntuhannya, dan bahkan masih memiliki pengaruh yang kuat di dalam gerakan revolusioner sampai sekarang. Kita lihat saja Revolusi Bolivarian di Venezuela, salah satu revolusi termaju semenjak keruntuhan Uni Soviet, dimana Chavez banyak mengutip karya-karya Marx, Engels, Lenin, dan Trotsky di dalam pidato-pidatonya, dan baru-baru ini menyerukan pembentukan Internasional Kelima mengikuti tradisi Internasional Pertama (Marx dan Engels), Internasional Kedua (Engels), Internasional Ketiga (Lenin dan Trotsky), dan Internasional Keempat (Trotsky). Jadi revolusi sekarang pun masih mempunyai benang merah pada Revolusi Oktober di Rusia.
Dari sudut pandang inilah maka sangat penting bagi pengetahuan umum maupun pergerakan sosial untuk mengetahui bagaimana Revolusi Oktober dikhianati, bagaimana Uni Soviet berubah dari negara buruh yang demokratis menjadi satu monster yang ganas. Para ahli sejarah kebanyakan menyalahkan ketimpangan-ketimpangan pribadi untuk menjelaskan fenomena ini. Menurut mereka karena Lenin pribadinya adalah otoriter, maka pemerintahan yang dia bangun menjadi otoriter juga, dan Stalin adalah kelanjutan dari Lenin. Penjelasan dangkal ini melihat sejarah bukan dari analisa kelas dan sosial tetapi dari sosok-sosok sejarah. Pemimpin-pemimpin Partai Komunis seluruh dunia juga tidak bisa menjelaskan mengapa ini terjadi, dan oleh karena itu tidak mengherankan kalau segera setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 semua Partai Komunis mengalami krisis internal dan hampir semuanya bubar.
Gerakan-gerakan kiri secara umum juga mengalami krisis internal karena tidak mampu memberikan penjelasan yang tepat; tahun 90an setelah jatuhnya tembok Berlin dan Uni Soviet kita menyaksikan demoralisasi terbesar di dalam gerakan kiri sedunia.
Leon Trotsky, pemimpin Revolusi Oktober dan Tentara Merah adalah tokoh Marxis pertama yang menyediakan analisa kelas dan sosial mengenai kebangkrutan Uni Soviet, bahwa dengan kemiskinan yang menjadi umum maka semua sampah yang lama akan bangkit kembali. Inilah sebab musabab kebangkrutan Uni Soviet, basis dari kebangkitan birokrasi Uni Soviet, “birokrasi merah” seperti yang Lenin peringatkan. Lenin dan Trotsky, dan semua pemimpin utama Bolshevik pada saat itu melihat bahwa Revolusi Oktober akan menjadi percikan revolusi-revolusi proletar di Jerman, Inggris, Prancis, dsb. Rusia terlalu terbelakang dan miskin untuk bisa membangun sosialisme. Tanpa bantuan kaum proletar dari negara-negara maju maka bahaya konter-revolusi dan “birokrasi merah” akan menjadi riil, begitu peringatan Lenin. Sayangnya, revolusi-revolusi di Eropa Barat gagal semua.
Keterisolasian Uni Soviet menguatkan elemen-elemen konservatif dan birokrasi di dalam Uni Soviet. Kegagalan-kegagalan Revolusi di Eropa Barat membuat massa buruh di Uni Soviet kehilangan semangat, dan setelah rakyat buruh menjadi pasif karena keletihan revolusi dan perang saudara yang berkepanjangan, birokrasi-birokrasi merasuk ke dalam Partai Bolshevik dan pemerintahan Uni Soviet. Birokrasi ini tidak suka topan badai revolusi. Mereka ingin hidup tenang dan damai. Sentimen yang tumbuh adalah “Buat apa mengobarkan revolusi proletar sedunia, mari kita bangun sosialisme di Rusia”, dan rakyat buruh yang sudah letih pun mengiyakan secara pasif.
Krisis ekonomi baru-baru ini adalah satu periode peralihan yang akan menyiapkan satu generasi baru dan satu gerakan baru yang akan melawan kapitalisme. Oleh karena itu penting bagi kita semua untuk mempelajari sebab-musabab kebangkrutan Uni Soviet, negara buruh yang pertama di dalam sejarah.
Sebagaimana kita ketahui sosok Trotsky sangat fenomenal sekaligus kontroversial. Pemikirannya tidak populer dalam gerakan di Indonesia, bahkan cenderung disingkirkan. Kita ingat sosok Tan Malaka, juga dicap Trotskis oleh kalangan pergerakan sendiri, dan ia dikucilkan. Apa pendapat Anda?
Pengotoran dan pemfitnahan atas nama baik dan gagasan-gagasan Leon Trotsky adalah satu bagian dari usaha kaum birokrasi Uni Soviet untuk menenggelamkan tradisi Revolusi Oktober. Setelah berhasil mengkonsolidasikan posisi mereka, satu langkah pertama yang dilakukan oleh kaum birokrasi adalah membersihkan para pemimpin Bolshevik lama yang dituduh sebagai oporkaki (oportunis kanan dan kiri) dan Trotskis, dengan menendang mereka semua dari partai-partai komunis dan mengirim mereka ke kamp konsentrasi.
Selain Stalin, hampir semua anggota Komite Pusat Partai Bolshevik yang memimpin Revolusi Oktober mati karena bunuh diri, dihilangkan, atau dieksekusi. Ini sendiri sudah memberikan gambaran sedahsyat apa pembersihan yang dilakukan oleh kaum birokrasi Uni Soviet ini. Sungguh aneh bukan bahwa para pemimpin Revolusi Oktober semua ternyata adalah agen imperialis, agen fasis, agen borjuasi, dll. Dan ini bukan hanya terjadi di Uni Soviet, tetapi di seluruh penjuru dunia, dan termasuk Partai Komunis Indonesia.
Kalau memang tulisan-tulisan dan gagasan-gagasan Trotsky sungguh sangat keliru, mengapa kaum Stalinis begitu takut sehingga harus melarang anggota-anggotanya dan penduduknya untuk membacanya? Semua karya Leon Trotsky dibakar dan dilarang di Uni Soviet dan juga di dalam partai-partai Komunis. Bukannya justru baik kalau tulisan tersebut disediakan supaya kesalahan-kesalahan tersebut dapat diekspos. Lenin tidak pernah melarang kamerad-kameradnya untuk membaca karya-karya musuhnya (kaum Sosial Demokrat seperti Karl Kautsky, Bernstein, dll). Ini seperti rejim Soeharto yang sangat takut dengan komunisme sehingga melarang penerbitan buku-buku Marxis.
Biar saya kutip sebuah tutur kata dari almarhum Sobron Aidit, sastrawan besar kita, adiknya D.N. Aidit:
“Dia [Asahan] sudah menamatkan bacaan dari Trotsky tentang Riwayat Hidup STALIN, Tulisan ini setebal 900 halaman. Menurut dia – sangat menarik. Saya sendiri tidak tahu dan tidak memahami benar kenapa dulu kami diajarkan begitu sangat anti-Trotsky. … Padahal sebenarnya saya tidak tahu dan tidak mengerti benar apa paham dan ideologi Trotsky-isme itu.” [Kisah Serba-Serbi ( Omong-omong dengan ASAHAN ALHAM ), Sobron Aidit, Paris, 11 September 2006]
Semuanya diajarkan untuk anti-Trotsky tanpa memahami benar siapa dan apa gagasan Trotsky. Semua diajarkan untuk anti-Tan Malaka tanpa mengetahui benar program Merdeka 100%nya. Apa bedanya ini dengan rejim Soeharto yang mengajari kita untuk anti-komunis dan melarang beredarnya karya-karya Marxis?
Kebenaran adalah satu-satunya pilar dari mana kaum revolusioner dapat menemukan pegangan dan pondasi dalam perjuangan kita. Penerbitan buku ini adalah satu usaha untuk menemukan kebenaran.
Ini adalah buku Trotsky yang kedua yang terbit dalam Bahasa Indonesia setelah Revolusi Permanen. Apakah Anda dalam hal ini Wellred memang mengkhususkan penerbitan karya-karya Trotsky? mengapa?
Semenjak jatuhnya rejim Soeharto, ada ledakan minat di antara kaum muda akan bacaan-bacaan Marxis. Karya-karya Marxis klasik dari Marx, Engels, Lenin, Rosa Luxembourg, Plekhanov, dll sudah mulai diterjemahkan dan diterbitkan. Namun karena sentimen anti-Trotsky yang masih kuat di dalam gerakan, yakni warisan anti-Trotsky dari PKI dulu, belum ada satupun karya Trotsky yang diterbitkan. Inilah yang mendasari saya dan penerbit Wellred untuk memfokuskan penerjemahan dan penerbitan karya-karya Leon Trotsky.
Kami berharap bisa mempercepat proyek penerbitan karya-karya Trotsky lainnya, sehingga dalam waktu dekat buku-bukunya yang lain seperti My Life, History of Russian Revolution, In Defence of Marxism, dsb. dapat tersedia, bukan hanya untuk gerakan tetapi juga untuk nilai-nilai akademis dan historis.
Di Indonesia, bagaimana relevansi pengetahuan sejarah pada masa revolusi buruh di Rusia dengan yang terjadi sekarang?
Satu pengalaman penting dari Revolusi Oktober di Rusia adalah bahwa buruh bisa memimpin pembebasan rakyat sepenuhnya dari cengkraman kapitalis bahkan di negeri yang terbelakang, bahkan ketika jumlah kaum buruh di Rusia adalah kecil dibandingkan kelas dan kelompok sosial lainnya, seperti kelas tani, kaum miskin kota, dll. “Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera”, inilah slogan yang direalisasikan oleh Revolusi Rusia, dan ini bisa tercapai di Indonesia.
Potensi kelas buruh Indonesia sekarang bahkan secara relatif lebih kuat. Indonesia juga secara relatif lebih maju ketimbang Rusia pada jamannya. Di Rusia dulu, 90% penduduknya buta huruf. Mayoritas penduduk juga petani seperti di Indonesia, tetapi mereka hidup dalam kegelapan yang bahkan lebih pekat dibandingkan petani Indonesia sekarang. Revolusi Rusia menjawab skeptisisme dari mereka yang meragukan kekuatan buruh Indonesia sebagai tenaga pendorong perubahan dalam masyarakat kita.
Rusia dulu juga adalah sebuah negara semi-koloni di bawah jempo Eropa Barat, dengan modal asing yang besar di dalamnya. Rusia berhasil bebas dari cengkraman imperialisme asing dengan program revolusi sosialis. Ini pelajaran yang bisa kita ambil. Apakah perjuangan anti-imperialisme dapat dipisahkan dari perjuangan sosialis? Sampai saat ini belum ada satupun negara yang mampu bebas dari imperialisme tanpa mengobarkan revolusi sosialis. Jadi jawabannya jelas.
Namun, buku Revolusi yang Dikhianati memberikan peringatan: kita tidak bisa membangun sosialisme di satu negeri. Walaupun kemenangan revolusi bisa diraih, membangun sosialisme adalah satu hal yang lain. Dibutuhkan tingkat industri dan teknologi yang tinggi. Indonesia, walaupun kaya dengan sumber daya alam dan juga memiliki insan-insan yang penuh talenta, secara relatif lebih terbelakang dibandingkan negara-negara kapitalis maju. Bilamana revolusi pecah di Indonesia dan buruh berkuasa, maka revolusi ini harus menyebar ke negara-negara tetangga lainnya: Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan yang lainnya, sehingga bisa terbentuk Federasi Sosialis Asia Tenggara dimana seluruh kekuatan produksi dan industri wilayah ini bisa disatukan dalam perekonomian terencana untuk maju menuju sosialisme.
Bagaimana Anda melihat pergerakan kelompok progresif di Indonesia dibanding negara negara lain, misal di Eropa atau Amerika Latin?
Setelah mendobrak kerangkeng kediktaturan Soeharto, pergerakan Indonesia memasuki satu fase demoralisasi tetapi pada saat yang sama ada pembaharuan juga. Secara ideologis saya rasa pergerakan kelompok progresif Indonesia sudah menjadi lebih matang, dalam arti garis-garis ideologis sudah mulai ditarik lebih jelas di antara tendensi-tendensi yang berbeda. Ini adalah fase pendewasaan yang memang perlu dilalui.
Kalau dibandingkan dengan gerakan di Eropa dan Amerika Latin, dalam hal gerakan buruh kita masih tertinggal jauh, secara organisasional dan ideologis. Ini tidak mengherankan. 32 tahun reaksi di bawah Soeharto telah mengubur begitu banyak tradisi perjuangan kelas. Namun gerakan buruh Indonesia tidaklah ternodai oleh paham dan ilusi Sosial Demokrasi dan reformisme seperti halnya di Eropa, karena selama satu generasi penuh kelas pekerja Eropa mampu meraih konsensi-konsesi dari kelas kapitalis dan ini menjadi tanah yang subur bagi ideologi Sosial Demokrasi dan reformisme. Bila memang ada ilusi reformisme dan Sosial Demokrasi di dalam kelompok-kelompok progresif, ini hanya bersifat sekunder yang dikarenakan kelemahan ideologis.
Amerika Latin sekarang telah menjadi poros gerakan progresif, garda depan revolusi. Rakyat pekerja Indonesia bisa belajar banyak dari proses ini, kekuatannya dan juga kelemahan-kelemahannya. Yang belakangan ini cukup penting. Pertanyaan yang patut dikemukan: mengapa setelah lebih dari 10 tahun Revolusi Venezuela belumlah menang dan menghancurkan kapitalisme?
Krisis ekonomi dunia telah membuka satu masa peralihan dari satu periode ke periode yang lain. Kesadaran rakyat pekerja Indonesia, Asia, Eropa, Amerika Latin akan terguncang satu per satu. Saya tidak meragukan kalau sebuah ledakan yang lebih besar daripada Gerakan 1998 akan terjadi dalam periode selanjutnya. Pertanyaannya bukan kapan, tetapi bagaimana kita harus mempersiapkan diri kita untuk menghadapinya.[end]

Rabu, 18 April 2012

Contoh Makalah

Contoh makalah memang salah satu materi yang sangat banyak dicari oleh para peselancar internet, apalagi para siswa. Bagi sebagaian orang, membuat makalah adalah hal yang mudah, tapi banyak juga yang kewalahan untuk membuat suatu tulisan, khususnya makalah. Makanya banyak sekali yang mencari contoh makalah di intenet.

Kemampuan menulis sangatlah penting dan termasuk juga sebagai salah satu penentu keberhasilan seseorang dalam menempuh pendidikan akademik. Nah, contoh makalah di bawah ini semoga dapat berguna buat teman yang sedang mencari contoh makalah baik untuk tugas sekolah, kuliah dan ataupun sebagai penambah wawasan saja.

Contoh Makalah


MAKALAH MORAL DAN HUKUM POSITIF

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengertian Moral
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, moral adalah:
1. (ajaran tt) baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila: -- mereka sudah bejat, mereka hanya minum-minum dan mabuk-mabuk, bermain judi, dan bermain perempuan;
2. kondisi mental yg membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita memiliki -- dan daya tempur yg tinggi;
3. ajaran kesusilaan yg dapat ditarik dr suatu cerita;

Menurut Bertens, moral berawal dari bahasa latin mos, jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat kebiasaa. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, Etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa latin.

Dalam Wikipedia dijelaskan, Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

Pengertian Hukum Positif
Hukum positif merupakan salah satu bagian hukum, ditinjau menurut waktu berlakunya. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1. Ius constitutum (hukum positif)
2. Ius contituendum
3. Hukum asasi

Hukum positif atau bisa dikenal dengan istilah Ius Constitutum, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Singkatnya; Hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu "Tata Hukum".

Tata hukum sendiri berasal dari kata bahasa belanda. Dalam bahasa Belanda, "recht orde" ialah susunan hukum, artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum. Yang dimaksud "memberikan tempat yang sebenarnya" yaitu menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup. Itu dilakukan supaya ketentuan yang berlaku, dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum.

B. PERUMUSAN MASALAH

Setelah kita mengetahui moral dan hukum positif, kita dapat menyimpulkan bahwa kedua hal tersebut mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Yakni, hukum mengatur bagaimana kita berbuat sesuatu, dan moral merupakan fondasi kita dalam mentaati dan menjalankan hukum.

Namun, dalam kenyataanya, sebagaimana kita ketahui, Masyarakat baru saja melihat kejadian hukum yang merusak moralitas sehingga berkembang persepsi bahwa kini sudah tidak ada lagi keadilan di lembaga penegak hukum. Pertama, putusan hakim terhadap Minah (55) yang diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan atas dakwaan pencurian 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Banyumas.

Belum hilang keheranan publik, hukum juga memaksa Basar dan Kolil mendekam dalam LP Kelas A Kota Kediri karena mencuri sebutir semangka seharga Rp 5.000. Keterkejutan memuncak ketika hukum melalui PT Banten menuntut Prita Mulyasari mengganti kerugian material dan immaterial kepada RS Omni Rp 204 juta karena dakwaan pencemaran nama baik atas pelayanan buruk yang dikeluhkan melalui surat elektronik.

Kejadian-kejadian hukum itu pada akhirnya menimbulkan pengaruh sosial yang bermakna bagi masyarakat, lalu tak kalah penting untuk dipahami, kejadian hukum itu akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan sebagai sumber keadilan. Mengapa kejadian ini berdampak pada pengadilan? Seberapa penting pengaruhnya? bagaimanakah penegakkan hukum positif di Indonesia? Apakah menggunakan moral?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Moral dan Hukum

Menurut DR. Haryatmoko, dalam Kompas, 10 Juli 2001 mengatakan, ada lima pola hubungan moral-hukum yang bisa dibagi dalam dua kerangka pemahaman. Kerangka pemahaman pertama, moral sebagai bentuk yang mempengaruhi hukum. Moral tidak lain hanya bentuk yang memungkinkan hukum mempunyai ciri universalitas. Sebagai bentuk, moral belum mempunyai isi. Sebagai gagasan masih menantikan pewujudan. Pewujudan itu adalah rumusan hukum positif.

Pola hubungan moral-hukum itu yaitu:
Pertama, moral dimengerti sebagai yang menghubungkan hukum dengan ideal kehidupan sosial-politik, keadilan sosial. Upaya-upaya nyata dilakukan untuk mencapai ideal itu, tetapi sesempurna apa pun usaha itu tidak akan pernah bisa menyamai ideal itu. Bagi penganut paham hukum kodrat, ini merupakan pola hubungan hukum kodrat dan hukum positif.

Kedua, hanya perjalanan sejarah nyata, antara lain hukum positif yang berlaku, sanggup memberi bentuk moral dan eksistensi kolektif. Pewujudan cita-cita moral tidak hanya dipahami sebagai cakrawala yang tidak mempunyai eksistensi (kecuali dalam bentuk gagasan). Dalam pola kedua ini, pewujudan moral tidak hanya melalui tindakan moral, tetapi dalam perjuangan di tengah-tengah pertarungan kekuatan dan kekuasaan, tempat di mana dibangun realitas moral (partai politik, birokrasi, hukum, institusi-institusi, pembagian sumber-sumber ekonomi).

Pola ketiga adalah voluntarisme moral. Di satu pihak, hanya dalam kehidupan nyata moral bisa memiliki makna; di lain pihak, moral dimengerti juga sebagai sesuatu yang transenden yang tidak dapat direduksi ke dalam hukum dan politik. Satu-satunya cara untuk menjamin kesinambungan antara moral dan hukum atau kehidupan konkret adalah menerapkan pemahaman kehendak sebagai kehendak murni. Implikasinya akan ditatapkan pada dua pilihan yang berbeda: Di satu pihak, pilihan reformasi yang terus-menerus. Pilihan ini merupakan keprihatinan agar moral bisa diterapkan dalam kehidupan nyata, tetapi sekaligus sangsi akan keberhasilannya. Maka yang bisa dilakukan adalah melakukan reformasi terus-menerus. Di lain pihak, pilihan berupa revolusi puritan. Dalam revolusi puritan, misalnya Taliban di Afganistan, ada kehendak moral yang yakin bahwa penerapan tuntutan moral itu bisa dilakukan dengan memaksakannya kepada semua anggota masyarakat. Kecenderungannya ialah menggunakan metode otoriter. Kerangka pemahaman kedua menempatkan moral sebagai sesuatu yang di luar politik dan tidak dapat direduksi menjadi politik. Moral dilihat sebagai suatu bentuk kekuatan yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan sejarah atau politik kecuali dengan melihat perbedaannya. Dalam kelompok ini ada dua pola hubungan antara moral dan hukum.

Dalam pola keempat, moral tampak sebagai di luar politik. Dimensi moral menjadi semacam penilaian yang diungkapkan dari luar, sebagai ungkapan dari suatu kewibawaan tertentu. Tetapi, kewibawaan ini bukan merupakan kekuatan yang efektif, karena tidak memiliki organ atau jalur langsung untuk menentukan hukum. Pola hubungan ini mirip dengan posisi kenabian. Nabi dimengerti sebagai orang yang mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang sedang berlangsung, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ada di luar permainan politik. Tetapi, nabi memiliki kewibawaan tertentu. Dalam perspektif ini, hubungan antara moral dan hukum atau politik biasanya bersifat konfliktual. Dalam rezim ini ada pemisahan antara masalah agama dan masalah politik.

Dalam pola kelima, politik dikaitkan dengan campur tangan suatu kekuatan dalam sejarah. Kekuatan ini adalah tindakan kolektif yang berhasil melandaskan diri pada mesin institusional. Moral dianggap sebagai salah satu dimensi sejarah, sebagai etika konkret bukan hanya bentuk dari tindakan. Dengan demikian moral berbagi lahan dengan politik. Di satu pihak, moral hanya bisa dipahami melalui praktik politik. Melalui politik itu moral menjadi efektif: melalui hukum, lembaga-lembaga negara, upaya-upaya dalam masalah kesejahteraan umum. Tetapi, moral tetap tidak bisa direduksi ke dalam politik. Di lain pihak, politik mengakali moral. Sampai pada titik tertentu, politik (dalam arti ambil bagian dalam permainan kekuatan) hanya mempermainkan moral karena politik hanya menggunakan moral untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat.

B. Mengawal Penegakan Hukum Dengan Moral

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisaa' [4]: 58).

Predikat negara hukum menggambarkan bahwa segala sesuatu harus berjalan menurut aturan yang jelas; masyarakat yang merupakan warga negara hidup dalam ketertiban, ketenangan, keamanan dan keadilan. Hukum dibuat sebagai salah satu sarana untuk menciptakan kondisi demikian. Sebagai sebuah sarana, dia lebih berjalan pada proses. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka proses harus berjalan secara maksimal pula. H.L.A. Hart (1965) mengatakan bahwa untuk menciptakan keadilan, hukum harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban, moral dan aturan. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari dimensi moral (Murphy & Coelman, 1984: The Philosophy of Law). Jadi apabila ingin menciptakan keadilan dalam masyarakat maka unsur moral harus dipenuhi. Belum terciptanya rasa keadilan atau dengan kata lain gagalnya penegakan hukum dalam masyarakat kita sampai saat ini karena belum adanya "pengawalan" moral dari aparat penegaknya.

1. Hukum Sebagai Jaring Terluar
Kehidupan sosial masyarakat tidak akan pernah terlepas dari relasi satu sama lain. Di sinilah sistem hukum bekerja. Sistem hukum, bertanggung jawab menjamin dihormatinya hak dan dipenuhinya kewajiban yang timbul dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini masyarakat "minimal" menjalankan apa yang diperintahkan oleh hukum dan meninggalkan larangan-larangan hukum. Inilah yang penulis maksud dari hukum sebagai jaring terluar. Sebenarnya, kalau kita dapat memenuhi standar minimal ini saja, keadilan sudah bisa tercipta. Namun yang terjadi tidak demikian. Jaring terluar ini sering dilanggar dengan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum, yang menimbulkan "kekacauan" dalam sistem sosial yang ada. Lebih parah lagi, para pelanggar hukum sering berlindung dibalik teks-teks hukum dengan "mengutak-atik" dan mencari celah dalam aturan hukum.

Dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan pada pranata hukum kita telah berkembang menjadi begitu kompleks. Keadilan menjadi sesuatu yang langka dan sulit ditemukan. Kalaulah ada, harus dibeli dengan harga yang cukup mahal. Maka tidak heran yang dapat menikmati keadilan di negara hukum ini hanyalah segelintir orang, yaitu orang-orang yang mempunyai cukup uang untuk membelinya.

2. Keadilan Formal Hukum
Hukum sebagai perangkat untuk menciptakan keadilan hanya berdasarkan fakta yang tampak dan dapat dibuktikan secara empiris. Adapun hal yang tidak dapat dilihat dan tidak empiris maka tidak menjadi obyek dan perangkat untuk mengukur keadilan dalam hukum.

Masalah-masalah hukum dan keadilan di negara kita hanya sekedar masalah teknis-prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan. Apabila suatu tindakan yang secara empiris dapat dibuktikan tidak melanggar hukum, maka ia akan dinyatakan tidak melanggar hukum dan terbebas dari hukuman, meskipun tindakan itu tidak benar, apalagi baik. Dan sebaliknya, apabila ada seseorang melakukan tindakan yang secara empiris dapat dibuktikan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum maka ia harus dihukum, meskipun tindakan itu baik dan benar.

Hal ini dapat dimengerti, karena hukum memang hanya menjadi sarana atau perangkat untuk mewujudkan keadilan. Sebuah perangkat memang harus jelas dan dapat dinilai serta berlandaskan fakta empiris. Sebagai konsekuensinya, produk-produk yang dihasilkan oleh proses hukum adalah sesuatu yang jelas pula. Ukuran kebenaran yang menjadi landasan hukum sebagai perangkat formal juga hanya berdasarkan hal-hal yang empiris pula. Jadi keadilan yang dapat diwujudkan oleh hukum hanyalah keadilan, atau bahkan hanya kebenaran legal formal yang jauh dari nilai-nilai keadilan.

3. Keadilan Hakiki Berangkat dari Nurani
Keadilan legal formal tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan ideal moral yang pada dasarnya "keadilan tertinggi" yang dikehendaki oleh masyarakat; keadilan yang sesuai dengan hati nurani. Berdasarkan pemaparan di atas, tampaknya keadilan ini tidak dapat tercipta hanya mengandalkan sistem kerja perangkat legal formal hukum semata. Oleh kerena itu unsur moral harus benar-benar diterapkan dalam proses hukum kita, agar keadilan yang dikehendaki oleh nurani masyarakat benar-benar terwujud.

Merujuk pada filsuf Yunani, Aristoteles, yang cenderung menggunakan etika untuk menunjukkan filsafat moral, menjelaskan bahwa fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati (Kanter 2001). Moral mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Jadi manusia dituntut untuk bertindak berdasarkan pada suara hati nuraninya.

Berangkat dari pemaparan di atas, para penegak hukum hendaknya menjalankan fungsinya berdasarkan pada dua hal; pertama, berlandaskan pada "aturan main" yang telah berlaku. Pada dasarnya apabila ini sudah terpenuhi setidaknya rasa keadilan dapat terwujud, meskipun mungkin tidak maksimal, karena peraturan dapat dipelintir dan direkayasa. Kedua, berpegang teguh pada suara hati nurani. Aturan-aturan hukum yang ada harus dikawal dengan moral yang bersumber dari hati nurani. Apabila unsur moral ini dapat terpenuhi maka rasa keadilan yang hakiki akan dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat. Karena hati nurani tidak akan pernah berdusta, apalagi berhianat.

C. Analisis Contoh Kasus

Pengadilan adalah jantung hukum itu sendiri karena menjadi laboratorium bedah atas paket perundang-undangan, profesional hukum melaksanakan fungsi, produk keadilan, dan pertarungan antara moral dan kepentingan-kepentingan lain.

Untuk itulah berkembang adagium klasik di dunia hukum bahwa sebaik atau seburuk apapun teks perundang-undangan maka produk keadilan yang dihasilkan tetap tergantung pada sosok-sosok yang menjalankannya. Di sinilah pentingnya moralitas hukum yang harus dipegang oleh penguasa pengadilan.

Pernyataan itu dapat dikatakan suatu jawaban atas fenomena hilangnya keadilan di pengadilan adanya kasus Minah, Basar-Kolil, dan Prita Mulyasari. Di sisi lain, semuanya merupakan kelompok masyarakat kelas bawah sehingga menjadi bukti langsung bahwa hukum belum dapat dicerna oleh masyarakat awam.

Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia agar selalu baik, namun positivisme hukum yang murni justru tidak memberikan kepastian hukum. Itulah sebabnya, hukuman terhadap Amir Mahmud, sopir di BNN hanya karena sebuah pil ekstasi justru dikenai hukuman 4 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sedangkan jaksa Ester dan Dara yang telah menggelapkan 343 butir ekstasi hanya divonis 1 tahun.

Hukum merupakan positivasi nilai moral yang berkaitan dengan kebenaran, keadilan, kesamaan derajat, kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani manusia. Hukum sebagai positivasi nilai moral adalah legitimasi karena adil bagi semua orang.

Tanpa moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral mengutamakan pemahaman dan kesadaran subjek dalam mematuhi hukum. Hal ini sebagaimana diungkapkan K Bertens bahwa quid leges sine moribus yang memiliki arti apa gunanya undang-undang kalau tidak disertai moralitas.

Moral jelas menjadi senjata ampuh yang dapat membungkam kesewenangan hukum dan pertimbangan kepentingan lain dalam penegakan keadilan di pengadilan. Minah, secara substansi hukum memang melakukan pelanggaran berupa delik pencurian, namun secara moral mesti dipahami bahwa keadilan di tengah lalu lintas hukum modern adalah menekankan pada struktur rasional, prosedur, dan format.

Jika hal ini ditiadakan, maka akan menegaskan tulisan Harold Rothwax dalam buku Guilty- The Collapse of the Criminal Justice System bahwa masyarakat modern tidak lagi mencari keadilan tetapi mencari kemenangan dengan segala cara. Setidaknya hal demikian dapat terbaca dalam kasus Prita yang menjadi tersangka pencemaran nama baik Omni International Hospital Alam Sutera Tangerang. Prita dituduh setelah menulis keluhan pelayanan rumah sakit itu terhadap dirinya melalui internet.


BAB III
KESIMPULAN

Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia agar selalu baik, namun positivisme hukum yang murni justru tidak memberikan kepastian hukum.

Hukum merupakan positivasi nilai moral yang berkaitan dengan kebenaran, keadilan, kesamaan derajat, kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani manusia. Hukum sebagai positivasi nilai moral adalah legitimasi karena adil bagi semua orang.

Tanpa moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral mengutamakan pemahaman dan kesadaran subjek dalam mematuhi hukum. Hal ini sebagaimana diungkapkan K Bertens bahwa quid leges sine moribus yang memiliki arti apa gunanya undang-undang kalau tidak disertai moralitas.

Moral jelas menjadi senjata ampuh yang dapat membungkam kesewenangan hukum dan pertimbangan kepentingan lain dalam penegakan keadilan di pengadilan. Minah, secara substansi hukum memang melakukan pelanggaran berupa delik pencurian, namun secara moral mesti dipahami bahwa keadilan di tengah lalu lintas hukum modern adalah menekankan pada struktur rasional, prosedur, dan format.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djamali. 2007. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta; Rajawali Press.
Abdulkadir Muhammad. 1997. Etika Profesi Hukum. Bandung; Citra Aditya Bakti.
Bertens K. 1994. Etika. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.
C. S. T. Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka.
Friedman. 1994. Teori dan Filsafat Hukum.Susunan I. Terjemahan Muhammad Arifin. Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2008. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Supriadi. 2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta; Sinar Grafika.

Jadwal Ujian Nasional Tahun 2011/2012

Jadwal Ujian Nasional Tahun 2011/2012 ~ Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh memastikan pemerintah tetap akan menggelar ujian nasional tahun 2012. Ujian nasional dijadwalkan berlangsung pada April 2012.
Jadwal Ujian Nasional tahun 2011/2012 untuk tingkat SMA/MA akan berlangsung pada 16-19 April 2012, dan UN susulan akan dilaksanakan pada 23-26 April. Untuk jenjang SMP/MTs dan SMPLB, UN akan dilaksanakan pada 23-26 April 2012, dan UN susulan akan berlangsung pada 30- 4 Mei 2012.

Sedangkan jadwal ujian nasional untuk jenjang SD/MI/SDLB UN akan digelar pada 7-9 Mei 2012, dan UN susulan akan dilaksanakan pada 14-16 Mei 2012. Hasil UN tingkat SMA/MA dan SMK akan diumumkan pada 24 Mei 2012. Tingkat SMP/MTs, SMPLB dan SMALB pada 2 Juni 2012. Sedangkan untuk pengumuman kelulusan UN tingkat SD menjadi kewenangan setiap provinsi.
Jadwal Ujian Nasional  tahun 2011/2012 SMA/MA dan SMK untuk tahun ajaran 2011/2012 ditetapkan 16-19 April. Sementara itu, ujian untuk SMP/MTs diselenggarakan 23-26 April dan untuk SD pada 7-9 Mei.
Hal tersebut disampaikan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kementerian dan Kebudayaan RI Prof Dr H Mungin Eddy Wibowo MPd Kons saat memberikan materi dalam Sosialisasi Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2011/2012 Jateng di Hotel Wahid Salatiga, Jumat (30/12). Kegiatan dihadiri para Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota se-Jateng.
Mungin mengatakan, tak kurang dari 1,4 juta siswa di Jateng akan mengikuti UN, baik dari tingkat SD, SMP maupun SMA. Kemudian sesuai dengan jadwal, sekolah mengumumkan kelulusan peserta didik berdasarkan rapat Dewan Guru pada 26 Mei untak SMA sederajat, 2 Juni (SMP), dan 14 Juni (SD).
“Secara garis besar, materi UN masih sama dengan tahun ajaran 2010/2011. Meski begitu, kami perlu menyosialisasi sejak dini agar pelaksanaan UN nanti bisa lebih lancar,” katanya.
Jika Tidak Lulus UN, Bisa Mengulang
Lebih lanjut Mungkin menuturkan, peserta didik yang pada UN lalu tidak lulus, masih diberi kesempatan pada UN tahun depan. Sementara peserta didik yang tidak lulus UN di sekolah Madarasah tetapi mengikuti program paket, maka tidak diperbolehkan mengikuti UN tahun depan.
“Peserta didik yang tidak lulus UN sebelumnya, pada UN tahun 2012 harus mengikuti seluruh mata pelajaran yang diujikan. Hitung-hitung perbaikan, jadi nilai yang terbaik nanti yang akan dipakai,” urainya.
Hasil UN nantinya digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program atau satuan pendidikan, penentuan kelulusan peserta didik, dasar seleksi untuk jenjang pendidikan berikut, dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Adapun kriteria lulus dalam satuan pendidikan, menurut Mungin, adalah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir dari seluruh mata pelajaran, dan lulus UN.
Berikut ini adalah jadwal pelaksanaan Ujian Nasioanl (UN) untuk SMA, SMK dan SMP.
Jadwal UN SMA 2011/2012
Jadwal UN SMA 2011/2012
Jadwal UN SMK 2011/2012
Jadwal UN SMK 2011/2012
Jadwal UN SMP/MTs 2011/2012
Jadwal UN SMP 2011/2012
sumber

Incoming search terms:

    un sma 2012 (6) cara mengerjakan soal un matematika (5) ujianuntuk kls 2 smp thn ajaran 2011-2012 (4) soal dan pembahasan ujian nasional matematika sma tahun 2011-2012 (4) cara cepat mengerjakan soal un matematika smp (4) soal un matematika yang sulit (4) trik un (3) cara cepat mengerjakan soal matematika sma (3) cara cepat mengerjakan un matematika (3) trik menjawab matematika cepat uan (3) kumpulan soal matematika un snmptn (3) trik mengerjakan soal un matematika smk (3) trik mengerjakan soal matematika smp un (3) tips trik Ujian Nasional (3) kumpulan rumus dan cara cepat matematika smp persiapan un (3) kumpulan soal-soal matematika kelas 1 yang sulit (3) cara cepat mengerjakan soal ipa (3) ujian nasional 2011/2012 untuk sma/smk untuk tiga pelajaran (3) kunci un matematika kelas xii ips 2012 (3) belajar mengisi soal un matematika (3) ujian nasional (3) bab matematika snmptn dan pembahasannya (3) strategi menjawab soal UN matematika (2) soal matematika ujian nasional untuk smp tahun ajaran 2012 (2) latihan soal unas matematika sma dan cara mengerjakannya (2) latihan soal un smk 2012 beserta cara menjawabnya (2) soal-soal ujian nasional smp thn ajaran 2011/2012 matematika (2) trik matematika 12 SMA IPS (2) kunci untuk sukses menghadapi matematika (2) tips & trik matematika kelas 4 (2) Cara cepat soal matematika UN (2) cara praktis menjawab soal un matematika sma (2) soal-soal ujian nasional matematika smp 2012 dan cara penyelesaiannya (2) cara mengerjakan un smp dengn cepat (2) rumus matematika smk untuk menghadapi un (2) soal matematika yang sering keluar di un smk (2) Trick mengerjakan soal UN SMP 12 matematika (2) tips trik matematika KELAS 4 (2) menghadapi unas matematika smk (2) contoh soal UN matematika beserta cara menjawabnya (2) trik cepat mengerjakan soal mtk (2) cara mudah mengerjakan soal matematika smk (2) supe trik menjawab soal ujian nasional matematika smp (2) Tips trick UN 2012 SMA (2) trik mengerjakan ujian nasional smk 2012 (2) Cara cepat penyelesaian materi MM SMK (2) kiat menjawab soal ujian matematika (2) soal ujian nasional matimatika tahun pelajaran 2011/2012 buat SMK (2) soal matematika kelas 7 dan isinya cara mengerjakannya (2) trik sukses seputar UN 2012 (2) 
Baca Juga Artikel Lainnya:

Tentang sebuah lembaga yang mengaku mulia namun dengan naas mengajarkan penindasan

Alkisah ada sebuah perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Jangan kau tanya siapa yang dilahirkan dari institusi ini, bahkan sang pendiri negeri yang membawa bangsanya keluar dari penjajahan Eropa dengan peradaban lebih maju, lahir daripadanya. Selama perjalanan negeri ini, bukan satu atau dua saja lulusan perguruan tinggi ini yang mampu menjadi petinggi negeri. Ya, karena memang di perguruan tinggi ini para mahasiswanya diajarkan berbakti pada negerinya. "Untuk Tuhan, bangsa dan almamater," betapa indah kalimat itu dilontarkan dan diturunkan dari satu generasi ke generasi dibawahnya di kampus yang terkenal di negeri ini.

Lalu, ketika kusadari betul betapa hebatnya perguruan tinggi yang menjadi mimpi ribuan bahkan ratusan ribu para pelajar SMA di negeri ini. Aku bertanya dalam hati, "mengapa negeri ini tak juga adil dan makmur sebagaimana impian yang ditanamkan pada mahasiswanya ketika masa-masa ospek tiba?". Bukankah para petinggi-petinggi bangsa itu adalah mereka yang meneriakkan keadilan pada masa mudanya?

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Liburan tahun ini tiba, sebagaimana tradisi di negeri ini, saat ini adalah saat bagi para perantau kembali ke kampung halamannya. Saat-saat yang dinanti para anak untuk mencium tangan ibunya, saat indah bagi para pejuang hidup untuk bertemu alasan perjuangannya. Tak lepas, perguruan tinggi ini pun lenggang dan banyak mahasiswa, pengajar dan pegawainya berlaku hal yang sama, kembali ke indahnya kampung yang membesarkannya.

Perguruan tinggi yang mulia ini pun mengambil tindakan, bahwasanya dengan alasan keamanan dan minimnya pegawai keamanan yang bertugas, kampus ditutup bagi para mahasiswa dan pengunjungnya. Terasa aneh memang, menutup kampus bagi mahasiswa adalah menutup rumah bagi pemiliknya. "Tapi tak apalah," pikirku sejenak mengingat alasan yang diberikan cukup masuk akal mengingat perguruan tinggi ini belum punya sistem pengamanan yang bagus untuk bisa membedakan mana mahasiswa dan mana yang bukan, meski sudah bepuluh tahun berdiri.

Institusi yang mengaku terbaik di bidang teknologi bahkan tak bisa menciptakan sistem keamanan yang bisa membedakan mana civitas akademika dan mana yang bukan. Institusi ini bahkan kalah dengan sawah para petani, yang meski begitu luas bisa dijaga dari burung oleh satu orang petani saja, dengan tali-tali yang dihubungkan pada orang-orangan sawahnya yang terbuat dari jerami dan pakaian bekas. Ya, aneh memang, cukup aneh.

Perguruan tinggi ini mungkin belum pernah memikirkan nasib para mahasiswa yang tidak pulang, entah karena alasan ekonomi atau yang lainnnya. Padahal, jika tidak pulang, sudah pasti para mahasiswa itu akan berkumpul di rumah mereka yang ada di kota itu. Ya, apalagi kalau bukan kampusnya sendiri, bersilaturahmi dengan keluarganya sendiri di kampus yang sudah terkenal akan eratnya ikatan alumninya itu. Belum lagi mengingat ini adalah bulan agustus, dua bulan lagi menuju batas waktu wisuda di tahun ini, dua bulan perjuangan merealisasikan janji pada sanak keluarga di rumah. "Ya, mungkin para petinggi kampus belum sempat memikirkannya," pikirku dalam hati menenangkan diri.

Tiba-tiba, ketika para mahasiswa sedang menikmati masa-masa liburnya tersebut, terdengarlah sebuah kabar bahwasanya akan adan pengangkutan barang-barang yang "dianggap" sampah dan merusak estetika kampus, yang berada di kampus terutama di sekitar sekretariat organisasi mahasiswa. Ya, estetika sudah menjadi polemik sejak lama di kampus ini. Kampus ini sungguh berantusias sangat besar untuk menjadi universitas kelas dunia, "world class university in 2025" begitulah slogan yang terlihat di peta strategis perguruan tinggi ini. Tidak banyak yang tahu estetika seperti apa yang harus dicapai untuk menjadi perguruan tinggi kelas dunia, namun yang jelas apapun yang terlihat berada di luar ruang sekretariat mahasiswa akan segera naik menuju truk berbak besar.

Tahun lalu, hal yang serupa dijalankan dan tentunya mendapatkan perlawanan dari para mahasiswa. Beberapa petugas keamanan berusaha mengangkut kursi dan meja para mahasiswa dengan alasan tidak elok dilihat. Tentu saja, para mahasiswa melawan karena memang meski jelek, barang-barang itu masih berguna dan bahkan sangat penting.Adu argumen pun terjadi antara petugas dan mahasiswa, yang satu berjuang agar tidak dipecat oleh perusahaan outsourcing yang bekerja sama dengan perguruan tinggi tersebut dan yang satu lagi berjuang akan haknya yang berusaha direbut dengan alasan estetika semata.

Mahasiswa bukan tidak ingin kampusnya, rumahnya, terlihat indah dan elok, namun bukan dengan mengorbankan hak para penghuninya, pikir mereka. Jika saja para petinggi kampus benar-benar berniat, harusnya truk berbak besar itu datang jangan hanya membawa udara kosong. Harusnya mereka membawa meja dan kursi yang sesuai dengan estetika yang mereka impikan, untuk menggantikan kursi dan meja reot yang dihasilkan mahasiswa dari usaha mereka yang tak seberapa. Bukan seperti para pamong praja yang diboncengi kepentingan pengusaha, datang merangsek pasar tradisional dengan alasan pembangunan. Tak sadarkah mereka bahwa para mahasiswa ini sedang belajar ilmu dan tentunya juga prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan ketika nanti akan menerapkannya? Atau inikah yang sedang diajarkan pada mereka?

Belum lagi karya-karya seni mahasiswa di unit kemahasiswaan yang begitu besar sehingga tak cukup disimpan dalam ruangan. Patung-patung kebudayaan, maskot-maskot kampanye lingkungan dan ornamen-ornamen seni tradisional yang dibuat bukan cuma dengan kepala, tapi juga dengan jiwa. Jiwa yang berkeinginan berkarya, jiwa yang melestarikan lingkungan dan jiwa yang bangga pada kampung halaman dan kearifan lokalnya. Semua karya itu bukannya di apresiasi justru akan berakhir di mimpi terburuknya, sebuah truk berbak besar. Jika dahulu akan ada perlawanan, maka di tahun ini tidak. Para patung dan maskot itu tak mampu bangkit, hidup dan melawan. Para kursi reot itu akan tetap diam dan membisu melihat penindasan.

Sebuah kebijakan yang bertopeng, akhirnya membuka wajah busuk dan menjijikannya. Lalu, di sore hari dimana truk berbak besar itu datang, para mahasiswa diam di kediamannya masing-masing. Banyak diantara mereka sedang menonton berita tentang negerinya. Tentang pamong praja yang mengangkat gerobak pedagang kaki lima. Tentang para preman yang mengancam warga meninggalkan tanah leluhurnya karena akan di bangun sebuah pabrik gula. Tentang silat lidah para penguasa dan wakil rakyat, sang pembuat kebijakan bagi rakyatnya. Tentang penindasan di negerinya yang bukan hanya di halalkan namun juga diajarkan kepada generasi-generasi di bawahnya.

Dan ketika nanti, mereka para mahasiswa itu sudah menjadi tua dan memegang kuasa. Seorang muda bertanya pada mereka, mengapa penindasan demi penindasan berbalut kebijakan itu masih megah berdiri? Lalu, jawab mereka "Tenang saja dek, karena nanti kau juga akan diajarkan berbuat demikian dan kami pun dididik dengan cara ini".