Selasa, 17 April 2012

Tugas Hukum Adminitrasi Negara "penyalahan DPR & SBY terhadap undang undang"


Tugas Hukum Adminitrasi Negara


Oleh :

Junio Kurnia Suryadi Sudirja
EAA 111 0033


Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya













Pelanggaran Undang-undang yang Dilakukan oleh Ketua DPR RI, Marzuki Alie 
Berawal dari Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) yang “mengerjai” Wa Ode Nurhayati (WON) yang kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap Dana Percepatan Infrastruktur Daerah 2011.
Scenario yang dilakukan adalah dengan membentuk opini seolah-olah WON adalah maling tunggal. Semua elit DPR kompak mengecam WON habis-habisan. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein kemudian diminta untuk memberikan laporan rekening WON oleh Nudriman Munir, Yunus Husein sempat menolak karena tidak ada pengajuan secara resmi.
Nudirman Munir kemudian menghubungi Ketua DPRRI Marzuki Ali untuk buatkan surat permohonan laporan rekening WON ke Yunus Husein. Anehnya, Marzuki Ali langsung menandatangani surat tertanggal 18 Agustus 2011 No: PW01/666A/DPR RI/VIII/2011. Maka terjadilah peristiwa lucu dalam sejarah. DPRRI minta PPATK beri informasi rekening mafia banggar tapi hanya khusus punya WON.
Sebenarnya ini agak janggal dan terasa tak adil. Sebab ada beberapa nama anggota Banggar yang disebut-sebut terlibat dalam berbagai kasus suap, justru tak pernah diusulkan kepada PPATK untuk diusut rekeningnya. Laporan yang dikirim PPATK atas permintaan Badan Kehormatan (BK) DPRRI tersebut tidak lebih merupakan upaya untuk menyudutkan WON yang berani mengungkap kejahatan anggaran yang dilakukan oleh pimpinan DPRRI.
Selain itu, pengungkapan data PPATK hanya boleh dilakukan untuk membantu proses penyidikan ketika yang bersangkutan menjadi tersangka atau saksi. Saat itu, WON belum menjadi tersangka atau terlibat dalam satu kasus, terus apa urgensinya Ketua DPRRI dan BK meminta laporan aliran dana rekening WON kepada PPATK?
Ulah Ketua DPRRI Marzuki Alie telah melanggar Undang-Undang kerahasiaan nasabah sesuai pasal 1 ayat 28 Undang-undang no.10/1998, berbunyi sebagai berikut: Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanan.

Sumber :
http://www.pelitaonline.com/read/hukum-dan-kriminalitas/nasional/42/13182/wa-ode-jika-saya-calo-ada-bos-dan-mbah-calo/
http://politik.kompasiana.com/2012/01/30/wa-ode-nurhayati-mungkinkah-jadi-agus-condro-jilid-2/
http://www.citraniaga.com/index.php?option=com_content&view=article&id=69:rahasia-bank-menurut-undang-undang-no-10-1998&catid=46:peraturan-lainnya&Itemid=40
Lampiran: Surat DPRRI hal Permintaan Aliran Dana kepada Ketua PPATK
Pemerintahan SBY Melanggar UU Kepegawaian
Selama pemerintahan SBY, setidaknya ada tiga lembaga yang diduduki pihak swasta, partai politik. Hal ini melanggar ketentuan Undang-Undang Kepegawaian. Lembaga dimaksud berada di lingkup jabatan eselon I . Posisi jabatan eselon I seharusnya adalah jabatan karir pegawai negeri termasuk TNI/Polri, bukan diisi oleh swasta, apalagi kalangan dari partai politik.
Dengan adanya kenyataan ini, Pemerintahan SBY, telah melanggar UU Kepegawaian.
Ketiga lembaga tersebut adalah: BNP2TKI, yang saat ini disi oleh Jumhur Hidayat, BKPM diduki oleh Gita Wirjawan dan Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulan Terorisme), dikepalai Ansyaad Mbai. Mereka ketiganya duduk dalam posisi melanggar UU.
Khusus BNPT, walapun berasal dari perwira polisi, posisinya sudah pensiun, sehingga menjadi menyalahihi UU. Sudahlah menyalahi UU, masih diberi kepercayaan di posisinya sekarang.
Kernyataan ini, seakan benar dan biasa saja selama ini.
Padahal pelanggaran ini fatal. Akibat kefatalan ini, terjadi indikasi penyalah-gunaan anggaran di 3 lembaga tersebut, yang sulit diaudit.
Khusus BNP2TKI, tidak pungkiri indikasi kongkalingkong permainan asuransi TKI, menjadi tidak tepat sasar terjadi. Sedangkan pada BKPM, penyalahgunaan anggaran, sebagaimana pernah terjadi di era Theo F. Toemion (kini sedang menjalankan hukuman penjara), berlanjut terindikasi dilakukan ke era M Lutfi , kini Dubes di jepang, hingga Gita Wirjawan, saat ini.
Lebih parah lagi, BNPT, sudahlah posisi Kepala menyalahi UU, jabatan kepala dipimpin oleh pensiunan Jenderal polisi, telah membuat ekadaan tidak karuan. Indikasi tajam kolusi bagi lingkup kepolisian menambang uang bagi kepentingan pribadi.
Terutama dalam membuat aggaran siluman Densus 88, yang sudah ada di anggaran kepolisian , justru juga dimasukkan oleh oknum kepala dan para Deputinya dari kepolisian ke anggaran BNPT. Anggaran taktis intelijen oknum polisi di BNPT, terindikasi dibuat dan diajukan sekenanya dengan penjabaran tak rinci.
Sebagai contoh operasional intelijen teroris di Sumatera melibatkan 70 anggota. Dalam prakteknya angka 70 tersebut adalah asal sebut dan tak bisa dibuktikan. Yang pasti melalui BNPT, yang cenderung disalah-kaprahkan anggarannya dan lari dari fungsi kata Penanggulangan yangsejatinya berarti preventif, namun di tangan Kepala dan jaringan deputi dari kepolisian, bergerak sebagai penyidik, penyelidik. Bahkan terjun ke lapangan mengejar target sasaran yang diduga teroris.
Duplikasi anggaran di kepolisian dibuat lagi di BNPT. Maka tak berlebihan BNPT kini hanya mainan sebagian kecil oknum polisi untuk melahap anggaran Negara untuk kepentingan individu.
Media, jurnalis, seharusnya memverifikasi hal ini. Hal yang krusial dibiarkan berlalu seakan biasa. Dan semua itu bermula dari kealpaan Pemrintahan SBY yang merusak tatanan melalui pelanggaran UU kepegawaian.
Solusinya sebenarnya ada jika lembaga tersebut dijaduikan setingkat Kementerian. Dan itu pun sepantasnya para professional di bidangnya ada di sana. Bukan para sosok yang terindikasi oportunis.
Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2011/07/12/pemerintahan-sby-melanggar-uu-kepegawaian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar